Lalu bagaimana mereka berkomunikasi
dan membangun hubungan persahabatan? Sebagaimana telah kita ketahui bersama,
Tiongkok punya versi sendiri untuk segala macam item yang laris di dunia,
termasuk facebook. Ya! Mereka memiliki 2 jejaring sosial lokal yang sangat populer
karya anak bangsa mereka sendiri; Renren, yang menyasar segmen remaja, pelajar
dan mahasiswa dan Kaixin001, khusus untuk para eksekutif muda. Renren lahir
terlebih dulu pada 2005, disusul Kaixin001 pada 2008. Nah, yang paling mirip
Facebook baik dari desain, warna, struktur halaman hingga fasilitasnya adalah
Renren, karenanya Renren sering dijuluki facebooknya masyarakat Tiongkok.
Saat ini Renren mengklaim memiliki
165 juta pengguna aktif. Sama seperti facebook, pengguna Renren juga bisa
update status, like, share video/ foto, berkomentar dan add new friend. Uniknya
mereka lebih agresif dan aktif berkomunikasi dibandingkan pengguna facebook!
Jumlah status, komentar dan foto yang mereka buat dalam sehari mencapai 2 kali
lipat dari jumlah rata-rata yang dibuat facebooker Indonesia yang terhitung
cukup eksis di dunia maya. Di Renren, mereka juga bisa bermain berbagai game
online dan melakukan transaksi bisnis online.
Renren, si Facebook ala Tiongkok ini
dipelopori oleh Wang Xing, mahasiswa drop out (DO) dari program PhD Delaware
University, Amerika. Dia menyebutnya Xiaonei, yang artinya kampus. Bisnis ini
didirikan bersama 2 orang temannya dengan modal 300 ribu renminbi atau sekitar
400 juta rupiah pada 2005. Dalam beberapa hari saja anggotanya sudah ribuan dan
dalam beberapa bulan sudah menembus ratusan ribu. Wow, fantastis ya! Sayang, setahun
kemudian, Wang Xing menjual Xiaonei kepada Oak Pacific Interactive dengan nilai
4 juta dollar atau sekitar 35 milyar rupiah. Mungkin Wangxing berpikir saat
itu, nilai yang ditawarkan tersebut sudah cukup besar karena dalam setahun dia
bisa menggandakan modalnya hingga 100 kali lipat. Tapi, bila dibandingkan harga
Xiaonei sekarang, pasti Wang Xing menyesal menjualnya.
Itulah seputar Renren, Facebook ala
Tiongkok. Dengan konsep ATM (amati, tiru, modifikasi) produk barat, mereka bisa
sukses memiliki jejaring sosial lokal yang cukup sukses. Mereka tetap bebas
berekspresi, bergaul dan menikmati perkembangan jaman tanpa harus terseret gaya
barat, terlepas dengan banyaknya pelanggaran hak cipta yang terjadi disana. Bagaimana
dengan kita di Indonesia? Facebook-facebook lokal ala Indonesia banyak yang
mencoba eksis tapi sudah layu sebelum berkembang. Salut untuk Tiongkok!
4 komentar:
ok lah.it nama ya
cinta produk
sendiriok lah.it nama ya
cinta produk
sendiri
hebat ! coba indonesia mencontoh tiongkok atau bikin social jejaring sendiri pasti lebih menarik jangan bisanya jadi user ...ya kalo dapat duit bisa investasi kedalam negeri...mungkin.....
china itu apa-apa koq di buat imitasi ya... hem...
Ivan, ATM aja = Amati, Tiru, Modifikasi...
Ya Bareta, Indonesia harus mencontoh Tiongkok, cinta produk dlm negeri, jgn cuma jd korban konsumerisme...
Tari, iya benar! patut diteladani
Posting Komentar