Main. Ada sebuah pulau kecil di Desa Pai, kecamatan Wera Bima bagian timur, letaknya dekat sekali dengan daratan Pulau Sumbawa dan 2 destinasi wisata lain, yaitu pulau Gilibanta dan Tolowamba. Orang-orang Bima menyebutnya Pulau Ular, karena pulau ini hanya dihuni oleh sekelompok ular-ular jinak yang tidak mengganggu penduduk.
Yang menarik sebenarnya bukan karena banyaknya ular atau tidak adanya manusia yang mau tinggal di pulau seluas 500 m2 ini, tapi lebih karena ular-ular ini unik, berbeda dengan ular lain di Bima. Kenapa? Karena ular-ular ini mencari makan di dalam laut dan beristirahat di atas pulau di celah-celah bebatuan dan bergelantungan di tebing-tebing terjal. Ini menjadi daya tarik tersendiri.
Ular-ular berwarna hitam putih cerah itu sangat mempesona bila tertimpa cahaya matahari. Wisatawan sangat menyukai momen-momen menyaksikan pemandangan langka ini. Mereka tanpa ketakutan mengalungkan ular-ular besar ini di lehernya. Yang tak kalah aneh, bentuk ekor ular ini sudah pipih menyerupai ekor ikan. Para nelayan sering menemukannya masuk dalam jaring, namun segera dilepaskan karena mitos khusus terhadap ular tersebut. Ular ini tak bisa dibawa kemana-mana, karena akan selalu kembali ke habitatnya. Kalau tidak bisa kembali, dipercaya akan mendatangkan bencana bagi masyarakat Desa Pai. Karenanya, masyarakat desa sangat menjaga kelestarian satwa itu.
Secara ilmiah ada 2 asumsi dugaan keberadaan ular itu. Pertama, ular-ular itu sama dengan ular-ular yang berada di daratan pulau-pulau pada umumnya. Tapi karena pulau itu mengalami abrasi komunitas tempat mereka tinggal sehingga mengalami evolusi. Asumsi kedua, ular-ular itu adalah Ular Laut yang sangat langka dan habitatnya hanya terdapat di Desa Pai Kecamatan Wera, Kabupaten Bima Nusa Tenggara Barat ini. Tapi anehnya, ular-ular itu melakukan pemijahan telur di pulau tersebut bukan di laut. Keberadaan ular ini, sangat menarik perhatian sehingga disarankan penelitian lebih lanjut. Masyarakat setempat justru menganggap komunitas ular yang populasinya hanya 700 ekor ini sebagai Ular Jadi-jadian yang menjaga pulau utama dari kedatangan penjajah. Pulau itu sendiri dianggap penjelmaan kapal Belanda.
Sudah sepantasnya pemerintah daerah, khususnya dinas kebudayaan dan pariwisata menjadikan Pulau Ular Kabupaten Bima ini sebagai cagar alam yang mesti dilindungi dan didukung oleh berbagai kebijakan payung hukum untuk mendukung pelestarian dan promosinya sebagai salah satu destinasi wisata unik. Kalau bukan sekarang kapan lagi? Kalau bukan kita siapa lagi? Anda ingin berkunjung ke sini? Cukup menempuh waktu sekitar 45 menit dari kota Bima dan dilanjutkan dengan perahu/ sampan yang disewakan warga setempat selama 15 menit.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar